Minggu, 10 Mei 2015

Pemikiran Filsafat Santo Agustinus

BAB I
1. Pendahuluan


1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sejarah karena manusia berada dalam sejarah sebagai pelaku sejarah. Sebagai makhluk yang memiliki sejarah, ada saat dimana manusia mempertanyakan sejarahnya. Misalnya saja para filsuf Yunani awal yang mempertanyakan sejarah terbentuknya dunia, makhluk hidup dan sebagainya. Hal semacam itu disebut dengan historisitas.
       Kesadaran manusia terhadap sejarah sudah dimulai sejak manusia mempertanyakan sejarah itu sendiri, dimulai pada Yunani Kuno atau bahkan sebelum periode Yunani Kuno manusia sudah mempertanyakan sejarahnya. Pemahaman manusia akan sejarah bisa dipengaruhi oleh keadaan atau situasi sejarah pada masanya. Masa Yunani Kuno seperti Herodotus mulai mengesampingkan mitos-mitos dalam penulisan sejarah.
       Melalui kesadaran sejarah tersebut manusia bisa memahami atau bahkan merumuskan gerak sejarah sesuai dengan interpretasinya. Pada abad pertengahan misalnya, dimana kuasa gereja sangat besar turut mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan yang tidak kalah penting adalah filsafat. Beberapa tokoh agama berupaya memberikan interpretasinya terhadap sejarah melalui sudut pandang teologis.
       Pada makalah ini penulis ingin mengulas tentang padangan filsafat sejarah spekulatif yang dikemukakan oleh Santo Augustine dengan judul “Pemikiran Filsafat Santo Agustinus”. Penulis akan mengulas mengenai latar belakang pemikiran Santo Augustine, pandangan manusia dalam sejarah, serta gerak sejarah menurut Santo Augustine.

BAB II
2. PEMBAHASAN

2.1 Biografi Santo Agustinus

Agustinus dilahirkan pada tanggal 13 November 354 di Tagaste, Algeria, Afrika Utara. Ayahnya bernama Patrisius, seorang kafir. Ibunya ialah St. Monika, seorang Kristen yang saleh. St. Monika mendidik ketiga putera-puterinya dalam iman Kristen. Namun demikian, menginjak dewasa Agustinus mulai berontak dan hidup liar. Pernah suatu ketika ia dan teman-temannya yang tergabung dalam kelompok “7 Penantang Tagaste” mencuri buah-buah pir yang siap dipanen milik Pak Tallus, seorang petani miskin, untuk dilemparkan kepada babi-babi.

Pada umur 29 tahun Agustinus dan Alypius, sahabatnya, pergi ke Italia. Agustinus menjadi mahaguru terkenal di Milan. Sementara itu, hatinya merasa gelisah. Sama seperti kebanyakan dari kita di jaman sekarang, ia mencari-cari sesuatu dalam berbagai aliran kepercayaan untuk mengisi kekosongan jiwanya. Sembilan tahun lamanya Agustinus menganut aliran Manikisme, yaitu bidaah yang menolak Allah dan mengutamakan rasionalisme. Tetapi tanpa kehadiran Tuhan dalam hidupnya, jiwanya itu tetap kosong. Semua buku-buku ilmu pengetahuan telah dibacanya, tapi ia tidak menemukan kebenaran dan ketentraman jiwa.

Sejak awal tak bosan-bosannya ibunya menyarankan kepada Agustinus untuk membaca Kitab Suci di mana dapat ditemukan lebih banyak kebijaksanaan dan kebenaran daripada dalam ilmu pengetahuan. Tetapi, Agustinus meremehkan nasehat ibunya. Kitab Suci dianggapnya terlalu sederhana dan tidak akan menambah pengetahuannya sedikit pun.

Pada usia 31 tahun Agustinus mulai tergerak hatinya untuk kembali kepada Tuhan berkat doa-doa ibunya serta berkat ajaran St. Ambrosius, Uskup kota Milan. Namun demikian ia belum bersedia dibaptis karena belum siap untuk mengubah sikap hidupnya. Suatu hari, ia mendengar tentang dua orang yang serta-merta bertobat setelah membaca riwayat hidup St. Antonius Pertapa. Agustinus merasa malu. “Apa ini yang kita lakukan?” teriaknya kepada Alypius. “Orang-orang yang tak terpelajar memilih surga dengan berani. Tetapi kita, dengan segala ilmu pengetahuan kita, demikian pengecut sehingga terus hidup bergelimang dosa!” Dengan hati yang sedih, Agustinus pergi ke taman dan berdoa, “Berapa lama lagi, ya Tuhan? Mengapa aku tidak mengakhiri perbuatan dosaku sekarang?” Sekonyong-konyong ia mendengar seorang anak menyanyi, “Ambillah dan bacalah!” Agustinus mengambil Kitab Suci dan membukanya tepat pada ayat, “Marilah kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari… kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Roma 13:13-14). Ini dia! Sejak saat itu, Agustinus memulai hidup baru.

Pada tanggal 24 April 387 Agustinus dipermandikan oleh Uskup Ambrosius. Ia memutuskan untuk mengabdikan diri pada Tuhan dan dengan beberapa teman dan saudara hidup bersama dalam doa dan meditasi. Pada tahun 388, setelah ibunya wafat, Agustinus tiba kembali di Afrika. Ia menjual segala harta miliknya dan membagi-bagikannya kepada mereka yang miskin papa. Ia sendiri mendirikan sebuah komunitas religius. Atas desakan Uskup Valerius dan umat, maka Agustinus bersedia menjadi imam. Empat tahun kemudian Agutinus diangkat menjadi Uskup kota Hippo.

Semasa hidupnya Agustinus adalah seorang pengkhotbah yang ulung. Banyak orang tak percaya kembali ke gereja Katolik sementara orang-orang Katolik semakin diperteguh imannya. Agustinus menulis surat-surat, khotbah-khotbah serta buku-buku dan mendirikan biara di Hippo untuk mendidik biarawan-biarawan agar dapat mewartakan injil ke daerah-daerah lain, bahkan ke luar negeri. Gereja Katolik di Afrika mulai tumbuh dan berkembang pesat.

Di dinding kamarnya, terdapat kalimat berikut yang ditulis dengan huruf-huruf yang besar: “Di sini kami tidak membicarakan yang buruk tentang siapa pun.” “Terlambat aku mencintai-Mu, Tuhan,” serunya kepada Tuhan suatu ketika. Agustinus menghabiskan sisa hidupnya untuk mencintai Tuhan dan membawa orang-orang lain untuk juga mencintai-Nya.

Agustinus wafat pada tanggal 28 Agustus 430 di Hippo dalam usia 76 tahun. Makamnya terletak di Basilik Santo Petrus. Kumpulan surat, khotbah serta tulisan-tulisannya adalah warisan Gereja yang amat berharga. Di antara ratusan buku karangannya, yang paling terkenal ialah   “Pengakuan-Pengakuan” (di Indonesia diterbitkan bersama oleh Penerbit Kanisius dan BPK Gunung Mulia) dan “Kota Tuhan”. Santo Agustinus dikenang sebagai Uskup dan Pujangga Gereja serta dijadikan Santo pelindung para seminaris. Pestanya dirayakan setiap tanggal 28 Agustus.


2.2 Pemikiran Santo Agustinus


2.2.1 Dasar Etika Agustinus

Dasar etika Agustinus adalah etika yang menekankan pentingnya kehendak bebas dan anugerah Allah sebagai dasar perbuatan etis manusia. Menurut Agustinus, Allah mengetahui segala hal sebelum manusia bertindak. Namun, hal itu bukan berarti segala sesuatu telah terjadi menurut takdirnya (takdir merupakan bentuk penolakan dari kamauan kehendak bebas). Allah memang berkuasa, namun Allah tetap memperbolehkan manusia untuk berkehendak.
Manusia tetap mempunyai kuasa untuk berkehendak bebas sama seperti Tuhan yang juga mempunyai kuasa dan kehendak. Agustinus menyebutkan dua buah kehendak, yaitu kehendak bebas Allah dan kehendak bebas manusia. Perbedaannya, kehendak manusia seringkali digunakan dengan cara yang salah, seperti melontarkan kata-kata kotor, kelancangan, dan fitnah.
Tidak ada kejahatan di luar keinginan. Allah sang pencipta menciptakan semuanya dengan baik. Agustinus menolak segala bentuk teologi dualisme metafisik. Allah sendiri yang menjadi sumber seluruh keberadaan dan segala sesuatu yang baik. Menurut Agustinus, hal-hal yang jahat bukan diciptakan Allah. Menurut Agustinus kejahatan ditemukan dalam keinginan ciptaan yang memiliki akal budi. Dalam melakukan kejahatan setiap orang dibebaskan dari keadilan dan menjadi hamba dosa. Namun, tidak ada seorangpun yang bisa bebas dari dosa dengan melakukan hal-hal yang baik. Seseorang hanya dapat dibebaskan dan lepas dari yang jahat hanya melalui anugerah Allah.Tanpa anugerah Allah, perbuatan baik yang mereka lakukan tidak ada artinya. Allah sendiri yang bekerja dalam diri manusia. Allah yang memberi kesadaran kepada manusia mengapa manusia harus berbuat baik dan tidak berbuat jahat.
Pandangan Agustinus mengenai kehendak bebas dan anugerah ini dipengaruhi oleh pengalaman masa mudanya. Pada masa mudanya ia telah melukai hati ibunya dan hidup bersama dengan seorang perempuan yang tidak pernah dinikahinya. Ia merasa berkali-kali jatuh ke dalam dosa. Ia baru merasakan bebas dari hal-hal yang jahat setelah ia menerima anugerah Allah melalui pertobatannya.


2.2.2 Damai dan Keadilan
Menurut Agustinus, kedamaian adalah tujuan universal seluruh umat manusia. Bahkan secara ekstrem dapat dikatakan bahwa kedamaian adalah tujuan dari perang, karena hakikat dasar dari kemenangan dalam perang adalah membawa manusia ke dalam kemuliaan dan kedamaian. Namun, hal itu hanya merupakan bentuk pencarian kedamaian bagi diri sendiri atau kelompok tertentu saja. Menurut Agustinus, yang merupakan norma moral bukanlah kedamaian seperti di atas, melainkan kedamaian yang dihubungkan dengan keadilan. Kedamaian yang seperti ini hanya berasal dari Allah. Keadilan yang terdapat dalam diri manusia bersumber dari Allah.
Namun, Agustinus bukanlah orang yang pasivis (anti perang). Ia mengatakan bahwa perang diperbolehkan hanya sebagai jalan terakhir. Perang diperbolehkan ketika bertahan terhadap serangan lawan dan melawan bidaah. Motivasi dalam berperang itu pun harus berlandaskan cinta kasih, belas kasih dan ketenangan. Agustinus mengatakan bahwa perang boleh dilakukan atas otoritas seorang raja berdasarkan kepentingan rakyat. Perang baginya merupakan suatu pengecualian dalam hal moral karena pembenaran dari perang tersebut hanya terdapat dari sang penyerang bukan dari yang diserang.

2.2.3 Seksualitas Manusia
Pengajaran Agustinus tentang seksualitas dipengaruhi pengalaman hidupnya. Menurut Agustinus, manusia perlu mengendalikan nafsu seksnya. Agustinus sendiri telah merasakan bagaimana menahan nafsunya, saat ia memutuskan untuk bertobat. Ia tidak mengatakan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang tidak bermoral. Namun ia mengutuk hubungan seksual untuk tujuan apapun selain prokreasi. Ia menolak hubungan seksual di luar masa subur. Menuruti nafsu seksual dianggap sebagai pemberontakan terhadap Allah.

2.2.4 Pandangan Agustinus terhadap Kekayaan

Menurut Agustinus, kekayaan bukanlah kejahatan. Kekayaan juga merupakan ciptaan Allah yang baik adanya. Namun, manusia -dengan kehendaknya- menyalahgunakan kekayaan tersebut. Beberapa orang bahkan ada yang menyembah Allah hanya untuk mendapatkan kekayaan. Padahal seharusnya kekayaan itu yang dipergunakan untuk memuliakan Allah.


BAB III
3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat pada masa abad pertengahan itu lebih banyak teradopsi oleh dogma-dogma gereja yang kuat. Karena pada masa ini peran gereja melebihi batas kemampuan manusia. Geraja mempunyai wewenang kuat dalam mengatur kehidupan manusia. Salah satu tokoh yang ikut berkontribusi adalah Santo Augustine. Santo Augustine merupakan salah satu diantara banyak bapak gereja. Dan filsafat yang berkembang adalah Filsafat Gereja.
       Santo Agustine dalam melihat Produk dari Filsafat yang diterapkan di geraja itu lebih kepada ajaran Tuhan dan manusia. Adanya manusia diharapkan bisa berpikir dan memahami Tuhan melalui pertanda yang sudah ada. Ini dilakukan untuk menambah keyakinan atas kebenaran yang sudah ada. Awalnya manusia menurut Agustinus itu merupakan makhluk yang sifatnya pasif (diam) dan tidak bergerak. Lalu manusia setelahnya diharapkan bisa membenarkan ajaran/dogma gereja yang sudah didapat. Ini melalui tahapan kebenaran.
       Sedangkan dalam hal spekulatif menurut pandangan Santo Augustine terhadap gerak sejarah yang diterapkan adalah Augustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus. Sejarah lebih dari itu, ia merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi, sejarah sebenarnya mempunyai suatu permulaan dan mempunyai akhir. Permulaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan akhirnya ialah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah filsafat sejarah yang dibimbing oleh teologi. 



Referensi:
id.wikipedia.org/
perahoffb2011.blogspot.com/

Senin, 04 Mei 2015

Cinta dan Kasih


TUGAS 3

ILMU BUDAYA DASAR

“Cinta dan Kasih Sayang”
Dosen : Auliya Ar Rahma




Disusun Oleh :
Adib Fairuz
19114253
1Ka08

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang.

Manusia dilahirkan oleh kedua orang yang saling menumpahkan perasaannya. Itu adalah sebuah jawaban mengapa manusia terlahir memiliki rasa cinta dan kasih sayang.

Tak banyak orang yang bisa mendefinisikan cinta dan kasih. Tapi, setiap orang pasti bisa merasakannya. Namun, mempunyai memiliki pengalaman yang berbeda.



BAB II

PEMBAHASAN


A. Definisi Cinta Menurut Para Ahli



  • Menurut Rabi’ah Al-‘Adawiyah: cinta adalah ungkapan kerinduan dan gambaran perasaan yang terdalam. Siapa yang merasakannya, niscaya akan mengenalinya. Namun, siapa yang mencoba untuk menyifatinya, pasti akan gagal. 
  • Menurut Jalaluddin Rumi: cinta adalah sumber segala sesuatu. Dunia dan kehidupan muncul karena kekuatan yang bernama cinta. Cinta adalah inti dari segala bentuk kehidupan di dunia. 
  • Menurut Kahlil Gibran: cinta adalah satu-satunya kebebesan di dunia karena cinta itu membangkitkan semangat hukum-hukum kemanusiaan dan gejala-gejala alami pun tak bisa mengubah perjalannya. Cinta ibarat seekor burung yang cantik, meminta untuk ditangkap tapi menolak untuk disakiti.
  • Menurut Mahmud bin Asy-Syarif: cinta adalah sebuah kerinduan yang tidak berujung, sebuah rasa kangen yang meletup-letup, dan sebuah kegilaan yang tidak berkesudahan.
  • Menurut Ibnul Qayyim al-Jauziah: cinta adalah luapan hati dan gejolaknya saat dirundung keinginan untuk bertemu dengan sang kekasih.
  • Menurut Abu ‘Abdullah An-Nibaji: cinta adalah kesenangan jika itu ditujukan kepada makhluk, dan pembinasaan jika itu ditujukan kepada pencipta.
  • Menurut Musfir bin Said az-Zahrani: cinta adalah satu emosi terpenting dalam kehidupan manusia. Faktor terpenting dalam menyatukan hati-hati manusia dan pembentukan kasih saying di antara sesama mereka.
  • Menurut Ibnu ‘Abdush Shamad: cinta adalah yang mendatangkan kebutaan dan ketulian, cinta membutakan segalanya kecuali terhadap yang dicintai sehingga orang itu tidak melihat apa pun.
  • Menurut Abdullah Nashih ‘Ulwan: cinta adalah perasaan jiwa dan gejolak hati yang mendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya dengan penuh gairah, lembut, dan kasih sayang.
  • Menurut Quraish Shihab: cinta adalah kencendrungan hati kepada sesuatu karena kenikmatan atau manfaat yang dapat diperoleh dari yang dicintai.
  • Menurut Swihart: cinta adalah usaha aktif produktif yang melibatkan komitmen, penghargaan, perhatian, dan rasa persatuan.
  • Menurut Eric Fromm: cinta adalah suatu seni yang memerlukan pengetahuan serta latihan. Cinta adalah suatu kegiatan dan bukan merupakan pengaruh yang pasif. Salah satu esensi dari cinta adalah adanya kreativitas dalam diri seseorang, terutama dalam aspek memberi dan bukan hanya menerima.
  • Menurut Hamka: cinta adalah perasaan yang mesti ada pada setiap manusia. Ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih, dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah oleh karena embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, dan perkara tercela lainnya. Tetapi jika ia jatuh ke tanah yang subur, disana akan tumbuh kesucian hati, keikhlasan, setia, budi pekerti yang tinggi, dan lain-lain yang terpuji.
  • Menurut Scott Peck: cinta adalah keinginan untuk mengembangkan diri sendiri dengan maksud memelihara pertumbuhan spiritual sendiri atau perkembangan spiritual orang lain. 
  • Menurut Afdan: cinta itu adalah Sriwahyuni.

  • Sumber: pengertianahli.com


    B. Macam-macam Cinta Menurut Al Qur’an



    1. Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.

    2. Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham, yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu bersilaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.
    3. Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.
    4. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
    5. Cinta ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).
    6. Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)
    7. Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa
    ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah
    pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa iltihab naruha fi qalb al muhibbi.
    8. Cinta kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang
    kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)
    Sumber: trydjoko.wordpress.com
    C. Jenis-jenis cinta menurut Filsafat Yunani:

         1. Eros. Eros adalah cinta secara fisik, dengan kerinduan yang sifatnya sebagian besar sensual. Eros adalah cinta yang didasarkan semata-mata pada emosi dan bukan pada logika. Istilahnya "Cinta pada pandangan pertama". Di dalam bahasa Yunani Modern, kata "erotas" (έρωτας) berarti "cinta yang intim"; meskipun begitu, eros tidak selalu bersifat seksual pada dasarnya. Eros dapat diinterpretasikan sebagai cinta pada seseorang yang Anda cintai lebih daripadaphilia, yaitu cinta antara sahabat. Eros juga dapat diterapkan pada hubungan antarpacar dan juga dalam pernikahan. Plato menjelaskan definisinya sendiri akaneros: Meskipun eros pada umumnya diasosiasikan dengan cinta kepada satu orang, apabila ditelusuri lebih jauh, eros dapat juga bermakna apresiasi akan keindahan seseorang atau bahkan keindahan itu sendiri. Plato tidak berbicara tentang ketertarikan secara fisik sebagai bagian yang penting dalam cinta, tetapi ia menggunakan kata platonik, yang diartikan sebagai "tanpa ketertarikan secara fisik". Di dalam karyanya yang berjudul Symposium, karya filsafat Yunani yang paling terkenal yang membahas tema cinta, Plato menjawab kritik Socrates bahwaeros dapat membantu jiwa-jiwa menyadari keindahan, dan membantu memahami kebenaran spiritual, bentuk ideal dari keindahan yang membawa manusia ke dalam nafsu erotis - dengan demikian menekankan bahwa cinta yang berbasis sensualitas tetap berpegang pada sifatnya yang non-fisik dan spiritualis; sampai pada pemahaman yang mengarah pada transendensi. 


         2. PhiliaPhilia didefiniskan sebagai cinta yang sifatnya mental. Philia juga diasosiasikan sebagai cinta antarsahabat di dalam bahasa Yunani Kuno dan Modern. Cinta semacam ini sifatnya 'memberi dan menerima'. Philia menurut Aristoteles, adalah cinta yang sifatnya penuh kebajikan dan tidak bersifat agresif.Philia dapat diterapkan pada sahabat, teman, keluarga, dan masyarakat, dan memerlukan kebajikan, prinsip kesetaraan dan kedekatan. Di dalam teks-teks kuno, philos digunakan untuk menyebut cinta secara umum, digunakan antarkeluarga, antarteman, dan juga kesukaan pada sebuah aktivitas atau barang tertentu. 

         3. Agape. Agape berarti cinta di dalam sifatnya yang spiritual. Di dalam katas'agapo (Σ'αγαπώ), yang berarti "aku mencintaimu" di dalam bahasa Yunani Kuno, seringkali dikaitkan dengan 'cinta yang tak bersyarat'. Cinta semacam ini tidak mementingkan diri sendiri; cinta ini memberi dan tidak mengharapkan diberi. Agape digunakan di dalam Alkitab, 1 Korintus 13 sebagai "ayat-ayat cinta"; dan dijelaskan di seluruh Perjanjian Baru sebagai cinta yang penuh pengorbanan. Tidak peduli apakah cinta itu terbalas atau tidak, orang yang mencintai secaraagape terus mencintai tanpa merasa perlu dicintai. Agape juga digunakan di dalam teks-teks kuno untuk menggambarkan cinta kepada istri/suami atau anak.Agape juga digunakan secara ekstensif di dalam Kekristenan untuk menggambarkan kasih Tuhan yang tak bersyarat.  

         4. Storge, berarti "rasa sayang" di dalam bahasa Yunani Kuno dan Modern.Storge adalah cinta yang sifatnya alamiah, seperti yang dirasakan orangtua kepada anak mereka. Kata ini jarang digunakan di dalam teks-teks kuno, dan hampir selalu digunakan untuk menggambarkan cinta diantara anggota keluarga. Kata ini juga digunakan untuk mengekspresikan penerimaan atas sesuatu, dan bahkan kadang-kadang bersifat sindiran, seperti "mencintai tiran".

    Sumber: willymandagi.blogspot.com



    D. Cinta Menurut Psikologi

    1. Menyukai (Liking) dalam hal ini tidak diartikan dengan sepele. Sternberg mengatakan bahwa
    menyukai dalam hal ini adalah ciri persahabatan sejati, di mana seseorang merasakan keterikatan, kehangatan, dan kedekatan dengan yang lain tetapi tidak intens dalam hal gairah atau komitmen jangka panjang. Syarat adanya sifat menyukai adalah terpenuhinya intimacy.
    2. Cinta gila (Infatuated love) sering dirasakan sebagai “cinta pada pandangan pertama.” Tapi tanpa aspek keintiman dan komitmen pada cinta, cinta gila mungkin akan menghilang tiba-tiba. Syarat adanya cinta gila adalah munculnya intimacy dan commitment.
    3. Cinta kosong (Empty love). Kadang-kadang, cinta muncul tanpa ada perasaan keintiman dan gairah dan itu disebut dengan cinta kosong. Tipe cinta ini hanya ada perasaan untuk berkomitmen tanpa ada keintiman dan gairah diatara mereka. Biasanya ini muncul ketika ada budaya perjodohan dan sering diawali dengan tipe cinta kosong.
    4. Cinta romantis (romantic love). Mereka yang memiliki cinta romantis akan terikat secara emosional (seperti pada nomer 1) dan adanya gairah satu sama lain. Syarat adanya cinta romantis adalah munculnya intimacy dan passion (gairah).
    5. Pasangan cinta (Companionate love) sering ditemukan dalam pernikahan, di mana gairah sudah tidak nampak lagi, tetapi kasih sayang yang mendalam dan komitmen masih tetap ada. Companionate love umumnya merupakan hubungan antara Anda dengan seseorang yang hidup bersama, tetapi tanpa hasrat seksual atau fisik. Ini lebih kuat dari persahabatan karena dalam hubungan ini ada unsur komitmen. Salah satu contoh cinta yang ada dalam sebuah keluarga adalah bentuk companionate love, juga mereka yang menghabiskan banyak waktu bersama namun tidak ada hubungan seksual dan gairah disana.
    6. Cinta bodoh (Fatuous love) dapat dicontohkan saat pacaran dan pernikahan dalam kerenggangan,
    di mana cinta masih ada komitmen dan gairah, tanpa ada pengaruh keintiman seperti keterikatan, kehangatan, dan kedekatan.
    7. Cinta yang sempurna (Consummate love) adalah bentuk lengkap dari sebuah cinta. Ini adalah tipe yang ideal dan banyak orang ingin mencapainya. Sternberg mengingatkan, mempertahankan cinta yang sempurna mungkin lebih sulit daripada mencapainya. Cinta yang sempurna mungkin tidak permanen. Misalnya, jika gairah hilang dari waktu ke waktu, mungkin berubah menjadi cinta companionate.
    Sumber: psikologizone.com


    BAB III

    PENUTUP


    A. KESIMPULAN

    Setiap orang mempunyai definisi yang berbeda-beda tentang cinta dan kasih sayang. Namun, kebanyakan orang tidak bisa mendefinisikannya. Karena, pada dasarnya, cinta dan kasih sayang itu bukan soal difinisi, tapi bagaimana kita merasakan alurnya.